Dokter dan Perawat Tak Perlu Kuatir Masalah Gaji dan Insentif Jelang Pelaksanaan JKN -->

Iklan Semua Halaman

ADS

Dokter dan Perawat Tak Perlu Kuatir Masalah Gaji dan Insentif Jelang Pelaksanaan JKN

Pulo Lasman Simanjuntak
Sunday, 4 August 2013

Mega Kuningan Jakarta Selatan, BeritaRayaOnline.Com-Para petugas kesehatan seperti dokter dan perawat diharapkan tidak perlu mengkhawatirkan masalah gaji dan insentif khusus pada pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)  pada Januari 2014 mendatang.

"Dokter tidak perlu khawatir. Gaji dan insentif  khusus akan dibayar sesuai porsinya, baik yang di rumah sakit maupun puskesmas," kata Kepala Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan (JKN), Usman Sumantri ketika mendampingi Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Kesehatan Suprijantoro pada acara buka puasa bersama (Bukber) Puskom Kementerian Kesehatan dengan para wartawan di Jakarta Jumat  sore (2/8/2013).

 Saat itu dijelaskan mengenai progress Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang akan dikelola Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berlaku mulai Januari 2014 mendatang.

Untuk rumah sakit, biaya dokter masuk dalam paket pengobatan INA-CBG's. Biaya yang dibayarkan juga sudah termasuk biaya obat dan pemeriksaan. Sementara untuk puskesmas, dokter akan dibayar menggunakan sistem kapitasi. Dalam sistem ini pemberi pelayanan kesehatan menerima sejumlah penghasilan yang dihitung per peserta pada periode waktu.

Biaya kapitasi diperkirakan sebesar Rp.6000 sampai Rp.7000. Hal ini bergantung pada umur peserta, tingkat biaya hidup, dan jam kerja dokter. "Nantinya biaya kapitasi memang tidak sama. Puskesmas yang kerja dokternya 24 jam dan 12 jam tentu berbeda," kata Usman.

Daerah dengan mayoritas penduduk lansia, kemungkinan berbiaya kapitasi tinggi. Hal ini dikarenakan, lansia lebih sering berobat dibanding usia muda. Sama halnya pada daerah dengan biaya hidup yang tinggi.

Satu dokter akan menangani 2.500 sampai 3.000 orang. Bila ada yang sakit sebanyak 50 orang, dengan biaya per kasus Rp. 100 ribu maka total biaya yang dikeluarkan adalah Rp. 5.000.000. Padahal biaya kapitasi yang diperoleh adalah Rp 21 juta, dari 3.000 pasien dengan biaya per kepala Rp. 7 ribu.

"Selisih antara biaya pengobatan dan kapitasi itulah yang menjadi hak dokter. Angka ini bisa berubah bila masyarakat yang sehat semakin banyak," jelasnya.

Perolehan juga menyesuaikan dengan jumlah dokter yang praktik di puskesmas tersebut. Sistem ini juga membuka peluang persaingan antar puskesmas. Puskesmas dengan pelayanan berkualitas, tentu akan memperoleh pasien lebih banyak.




Terdepan Dalam Pelayanan


Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Usman Sumantri, mengatakan lagi dalam skema asuransi sosial puskemas bersama klinik dan dokter keluarga menjadi pihak terdepan dalam pelayanan berjenjang. Sekitar 60-70 persen layanan kesehatan dilakukan di puskesmas yang merupakan pelayanan tingkat primer.



Dengan demikian penduduk yang sakit harus sebisa mungkin dilayani di puskesmas sehingga proses rujukan ke rumah sakit tak sembarangan dilakukan. Pasien yang dirujuk ke fasilitas pelayanan sekunder ( rumah sakit di daerah) dan tersier (rumah sakit rujukan nasional) adalah pasien yang tidak dapat ditangani tenaga kesehatan atau fasilitas yang ada di pelayanan primer.

Menurut Usman Sumantri satu dokter di puskesmas atau dokter keluarga berrtanggung jawab atas kesehatan populasi yang terdiri atas sekitar 3000 penduduk. Untuk mengatasi kesenjangan fasilitas layanan kesehatan itu, seharusnya Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) bisa memberikan jasa kapitasi lebih besar untuk dokter yang berada di daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan.

"Bisa juga pemerintah memberikan insentif khusus bagi tenaga medis yang ditempatkan di daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan," ujarnya.


Sementara itu Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Kesehatan , Suprijantoro, menambahkan,  untuk dokter yang berpraktik di pedalaman tentu akan kita beri tambahan insentif khusus. Bentuknya masih dalam pembahasan, bisa berupa insentif uang, kemungkinan diangkat menjadi PNS, atau kesempatan menempuh pendidikan spesialis.

"Terkait insentif khusus yang mungkin diberikan kepada tenaga medis yang bersedia ditempatkan di daerah terpencil perbatasan, dan kepulauan insentif tidak harus berupa uang. Peluang diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) dan kesempatan menempuh pendidikan spesialis bisa menjadi alternatif insentif," katanya. (lasman)